Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban Sesuai Sunnah Nabi Saw.
OLEH : AZMI NURUL HAMDANI
Setiap tahun umat Islam di seluruh
penjuru dunia yang memiliki kemampuan dan kesempatan berqurban, tentu
tidak akan menyia-nyiakan amalan tersebut. Karena begitu besar nilai dan
pahala di sisi Allah Ta’ala, sebagai sarana untuk taqarrub
kepada-Nya. Namun, tidak sedikit diantara kaum Muslimin yang belum
mengerti dan memahami tentang tatacara penyembelihan hewan qurban yang
dicontohkan dan dianjurkan oleh Rasulullah saw. Berikut ini
diketengahkan tentang tatacara penyembelihan hewan qurban yang
disyari’atkan Rasulullah saw.
Tata Cara Menyembelih Hewan Ada 2:
Cara Pertama,
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher), ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن
شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا
صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu
unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang
banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh
(mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat
dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan
Al-Albani).
Cara Kedua,
Dzabh [arab: ذبح],
menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher).
Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah cara menyembelih yang banyak dipraktikkan di Indonesia dan di beberapa tempat lainnya.
Beberapa Adab yang Perlu Diperhatikan:
- Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul qurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
- Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadits dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ
فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah
mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka
bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan
ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan
sembelihannya.” (HR. Muslim).
- Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing,
kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu
beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum
ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR.
Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
- Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat. - Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama
juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang
hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi
orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan
tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
- Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban
dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki
beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …”. (HR. Bukhari dan Muslim).
- Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
- Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim). - Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan diqurbankannya hewan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
Catatan: Bacaan takbir dan
menyebut nama sohibul qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga
kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan
menyebut nama sohibul qurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus di atas.
11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan,
kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong. Syekh
Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat
itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
a. Terputusnya tenggorokan,
kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika
terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
b. Terputusnya tenggorokan,
kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan
boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang
pertama.
c. Terputusnya tenggorokan dan
kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan
halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat
dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah, asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12. Sebagian ulama menganjurkan agar
membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang
nyawa. Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi
dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama
Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembelih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
Sebagai tambahan, berdasarkan pengalaman
dan pengamatan di tempat penyembelihan hewan qurban, terutama di
wilayah-wilayah perdesaan dan kampung, ternyata masyarakat masih
kesulitan dan perlu waktu cukup lama untuk menjatuhkan/merobohkan hewan
qurban yang berbentuk sapi atau sejenisnya. Tidak jarang hewan-hewan
qurban tersebut meronta-ronta karena ditarik dengan tali/tambang
sehingga memungkinkan sebagian tubuhnya terluka, bahkan juga suka
terjadi hewan qurban mengamuk dan kabur.
Berikut ini kami sertakan video tatacara
merobohkan/menjatuhkan hewan qurban yang sangat mudah, tidak melukai dan
membuat hewan qurban stress, serta tidak memakan waktu lama (tidak
sampai 2 menit). Teknik ini sudah kami terapkan, dimana sebelumnya kami
juga mengalami kejadian-kejadian seperti disebutkan tadi. Semoga bermanfaat dan barokah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar