MENERAPKAN AKHLAK TERPUJI KEPADA DIRI SENDIRI
OLEH : SITI F
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Semua makhluk yang hidup di muka bumi ini tidak pernah
terlepas dari keputusan Allah. Roda kehidupan akan senantiasa berputar, dari
kesedihan sampai kebahagiaan. Keduanya akan datang silih berganti. Dalam hal
ini, manusia wajib berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil terbaik.
Allah lebih melihat pada usaha yang dilakukan manusia daripada hasil yang
diperolehnya.
Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan agar senantiasa
mengamalkan akhlak terpuji terutama terhadap diri sendiri. Yaitu tingkah laku
yang baik yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT,
dan itu ditujukan terhadap diri sendiri. Akhlak terpuji dilahirkan dari
sifat-sifat yang terpuji pula. diantara akhlak terpuji terhadap diri sendiri
yaitu, tawakal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah.
Akhlak terpuji ini merupakan hal yang sangat urgen,
sehingga sangat penting untuk dipelajari. Dengan harapan nantinya para siswa
dapat menerapkannya dalam setiap kegiatan sehari-hari. Agar mampu mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran di setiap lingkup kehidupan ini.
2.
Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian dan pentingnya tawakal,
ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah?
b. Bagaimana bentuk dan contoh perilaku tawakal,
ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah?
c. Apakah nilai-nilai positif dari tawakal,
ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah?
d. Bagaimana perilaku tawakal, ikhtiar, sabar,
syukur dan qana’ah?
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian dan Pentingnya Tawakal, Ikhtiar,
Sabar, Syukur & Qana’ah
a. Tawakal
Tawakal atau tawakkul (bahasa Arab) berasal dari kata
kerja (وكلّ), yang secara bahasa berarti menyerahkan diri.[1]
Secara istilah, tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah SWT guna
memperoleh maslahat dan menolak mudharat dari urusan dunia dan akhirat serta
menyerahkan semua urusan kepada-Nya.
Jadi tawakal adalah suatu sikap mental/ hati seseorang
yang merupakan hasil dari keimanan yang tinggi kepada Allah, karena di dalam
akidahnya telah tertanam bahwa Allah SWT yang menciptakan segala-galanya,
pengetahuan-Nya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Tawakal
adalah berpegang teguh kepada Dzat Allah.[2] Keyakinan
inilah yang mendorong manusia untuk menyerahkan segala persoalannya kepada
Allah SWT. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena
Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
Tawakal sering disalahartikan. Makna yang benar adalah
penyerahan seorang hamba kepada Allah dalam perkara yang berada di luar
kemampuannya, sebab ia tidak sanggup melakukannya. Adapun dalam perkara yang
berada dalam batas kemampuan, dan ia sanggup melakukannya, maka dalam hal ini
tidak ada tempat bagi tawakal.[3]
Tawakal terdiri atas bermacam-macam jenis menurut
tingkatannya dan penamaannya sesuai dengan derajatnya sehingga dapat menjadi
tawakal, tasliim, dan tafwidh.
Tawakal merupakan permulaan dari suatu kedudukan (maqam)
yang bersifat rohani, at-tasliim adalah perantaranya, sedangkan tafwidh adalah
akhirnya. Jika kepercayaan kepada Allah SWT itu ada akhirnya, tafwidh itulah
akhirnya.[4]
Jika manusia telah bertawakal kepada Allah SWT maka buah
tawakalnya ada 2:[5]
Yang pertama adalah kecintaan Allah kepadanya,
sebagaimana firman-Nya:
...إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ
ٱلمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tawakal”
(Q.S. Ali Imran, 3: 159)[6]
Yang kedua adalah jaminan Allah baginya seperti
firman-Nya:
...وَمَن يَتَوَكَّل عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسبُهُ ۥۚ ...(٣)
Artinya:
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah kaan
mencukupkan (keperluan)nya”. (Q.S. Ath- Thalaq, 65: 3)[7]
Dan juga pada
hadits Nabi SAW yang artinya:
“Dari Umar r.a. mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya
kalian benar-benar bertawakal kepada Allah pasti Dia akan memberi kalian rizki
kepada burung, ketika keluar dari sarang di pagi hari dengan perut kosong,
pulang sore hari dengn perut kenyang””. (HR. At-Tirmidzi)[8]
1) Manfaat Tawakal kepada Allah SWT
a) Rezekinya dicukupkan dan diberikan ketenangan
b) Dikuatkan dan dijauhkan dari setan
c) Umat Nabi Muhammad adalah salah satu yang
mendapat keistimewaan, yaitu masuk surga tanpa hisab. Di dalam hadis
diriwayatkan, Nabi SAW pernah menyebutkan bahwa di antara umatnya ada tujuh
puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab, yaitu orang-orang yang tidak
membual, tidak mencuri, tidak membuat ramalan yang buruk-buruk, dan kepada Rabb
mereka bertawakkal.[9]
b. Ikhtiar
Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab (ikhtara- yakhtaru-
ikhtiyaaran) yang berarti memilih. Adapun menurut istilah, ikhtiar yaitu
berusaha untuk mencapai apa yang diinginkan, tidak berdiam diri dan berpangku
tangan apalagi lari dari kenyataan.
Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an:
إنَّ ٱللَّهَ لَا
يُغَيِّرُ مَا بِقَومٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْۗ ...(١١)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum, sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka”. (Q.S. Ar-Ra’d,
13: 11)[10]
Fitrah manusia adalah keinginan untuk menjadi lebih baik
dalam kehidupannya. Mereka melakukan segala upaya untuk mewujudkan
mimpi-mimpnya. Dan hal itu telah disinggung pada ayat di atas, yaitu semangat
perubahan yang harus dimiliki oleh manusia.
Pesan yang terkandung di dalam ayat tersebut, agar
terjadi sebuah perubahan adalah dengan jalan ikhtiar (berusaha). Islam sangat
menekankan konsep ikhtiar bagi umat-Nya dalam menjalani kehidupan ini.
Sikap ikhtiar juga menegaskan sebuah harapan yang tinggi
(optimis) dalam jiwa. Semangat untuk senantiasa memandang positif keadaan,
sekaligus menghilangkan rasa putus asa yang seringkali menghalangi seseorang
untuk berubah ke arah yang lebih baik.[11]
Dalam firman-Nya berikut ini, Allah menyatakan bahwa
orang yang berputus asa dari rahmat Allah termasuk orang yang ingkar.
...
إِنّهُ لاَ يَايْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمِ الْكَفِرُوْنَ (٨٧)
Artinya:
“Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah,
hanyalah orang-orang yang kafir”. (Q.S. Yusuf, 12: 87)[12]
Putus asa adalah rasa rendah diri, tidak mensyukuri
nikmat yang telah diberikan Allah. Jiwa dan raga yang telah disempurnakan Allah
terlalu murah untuk dibayar dengan rasa putus asa. Sikap pesimis menghadapi
pelbagai persoalan hidup, sama artinya dengan menyangsikan kekuasaan Allah.
Hanya orang-orang yang kufur nikmat yang selalu berputus asa dan tidak mau
berikhtiar.
Padahal, ikhtiar merupkan ciri pribadi seorang mukmin.
Dengan ikhtiar, kita akan mengerahkan segala daya dan kemampuan yang kita
miliki. Kita menggali potensi diri, sebagai anugerah yang telah diberikan Allah
kepada kita. Ikhtiar merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kepada Allah.
Kits memaksimalkan kinerja seluruh indera kita untuk menjemput rahmat Allah
yang begitu luas. Ikhtiar adalah kebutuhan mutlak setiap manusia yang mengaku
beriman kepada Allah.
Oleh karena itu, ketika kita ingin mengubah keadaan,
mencari solusi atas berbagai persoalan hidup yang kita alami, dan berharap
kehidupan yang lebih baik. Tidak ada kata lain, solusinya adalah ikhtiar.
Setelah itu serahkan semua persoalan tersebut kepada Allah SWT, niscaya Allah
SWT akan membantu memecahkan masalah itu.[13]
c. Sabar
Sabar secara bahasa adalah menahan atau tabah. Sedangkan
secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang ia inginkan, dari
kesedihan, kesulitan, kesusahan, putus harapan, sesuatu yang ditetapkan
(dilarang ataupun diperintahkan) oleh suatu hukum. Sabar dalam pengertiannya
yang menyeluruh ini adalah kemampuan untuk menguasai semua kemelut jiwa
sehingga tidak terseret, ke kanan atau ke kiri, oleh bujuk rayu hawa nafsu dan
pedihnya derita.[14]
Jadi sabar adalah gambaran dar keteguhan dalam menghadapi
tuntutan hawa nafsu. Tuntutan kebaikan yang dimaksud adalah petunjuk Allah SWT
kepada manusia tentang baik dan buruk, serta balasan dar perbuatan kita. Sifat
inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan dalam mengekang nafsu
syahwat. Adapun yang dimaksud dengan tuntutan hawa nafsu adalah tuntutan
syahwat dengan segala keinginannya. Barangsiapa yang mampu mengalahkan hawa
nafsu, maka ia layak digolongkan sebagai orang-orang yang sabar. Aka tetapi
apabila dirinya dikalahkan oleh hawa nafsunya dan tidak bersabar untuk
mengekangnya, maka ia termasuk golongan setan.
Firman Allah SWT:
ولَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ ٱلأَموَٲلِ وَٱلأَنفُسِ
وَٱلثَّمَرَٲتِ
ۗ وَبَشِّرِٱلصَّـٰبِرِينَ
(١٥٥)
Artinya:
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al-Baqarah, 2:
155)[15]
1) Macam atau Tingkatan Sabar
a) Shiddiquun
Ialah orang-orang yang benar lahir dan batinnya. Yang termasuk tingkat ini
ialah para: Rasul, sahabat Beliau, orang saleh, yaitu orang yang bersikap patut
dan wajar menurut Allah.
b) Muqarrabuun
Ialah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mengerjakan
semua yang diperintahkan atasnya mengenai bagian lahirnya saja terlihat patuh,
tetapi batinnya ini belum tertutup pintu. Sehingga tiap manusia, berhak
mencapainya. Tetapi, untuk menjadi Rasul pintunya sudah tertutup dengan telah
diutus Nabi Muhammad SAW, karena Beliau Rasul terakhir.
c) Mujahiduun
Ialah orang berjuang keras melawan hawa nafsunya dan lain-lain, sehingga ia
bagaikan orang berperang yaitu berganti-ganti antara kalah dan menang. Manusia
tingkat ini banyak dalam masyarakat.
d) Ghafiluun
Ialah orang yang telah banyak kali kalah dari menang menentang lawannya,
karena akalnya mudah dikalahkan, malahan mungkin ke puncaknya, ialah tidak mau
tahu pada Allah SWT sedikit pun, sehingga yang tinggal syahadatnya saja.[16]
2) Aspek Sabar
Pada dasarnya, apa yang dihadapi oleh manusia dalam
hidupnya tidak lepas dari dua perkara, yaitu mengikuti hawa nafsu dan menjauhi
hawa nafsu. Oleh karena itu, setiap orang butuh kesabaran dalam menahan dan
mengendalikan hawa nafsunya dalam kehidupan sehari-hari. Itu artinya manusia
tidak boleh lepas dari sikap sabar. Diantara aspek sabar dalam kehidupan
manusia adalah:
a) Sabar dalam Menghindari Maksiat
Kesabaran ini muncul apabila seseorang mau merenungkan akibat yang timbul
dari suatu maksiat.
b) Sabar dalam Menjalani Ketaatan
Sabar yang dimaksud ialah selalu memenuhi perintah Allah, memelihara
keikhlasan ketika menunaikannya, dan menghiasi diri dengan ilmu pengetahuan.
c) Sabar dalam Menghadapi Cobaan
Kesabaran ini tampak apabila seseorang mau merenungkan pahala yang akan
diterima oleh orang yang tabah terhadap musibah.[17]
d. Syukur
Syukur adalah salah satu refleksi dari sikap tawakal.
Secara bahasa, berasal dari kata bahasa Arab “syukrun” yang berarti mengingat
atau menyebut nikmat-Nya dan mengagungkan-Nya.[18] Syukur
artinya sesuatu yang menunjukkan kebaikan dan penyebarannya. Sedangkan secara syar’i,
syukur adalah memberikan pujian kepada Allah SWT dengan cara taat kepada-Nya,
tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya serta bersikap amar makruf dan nahi
mungkar. Karena Allah yang membeikan segala bentuk kenikmatan kepada kita.
Jadi, syukur sebagai sikap pengakuan terhadap nikmat
Allah SWT. Rasa syukur tidak hanya melalui ucapan hamdalah ketika mendapatkan
nikmat dari-Nya. Tetapi lebih dari itu, harus diwujudkan dengan tindakan nyata
dan kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Allah
memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya, sebab kurang bersyukur
merupakan cacat yang harus disersihkan.[19]
1) Rukun Syukur
a) Syukur Qalbi
Yaitu mengakui dan meyakini dengan sebenar-benarnya di dalam hati bahwa
segala bentuk nikmat yang telah ia dapatkan hanya berasal dari Allah SWT
semata.
b) Syukur Lisan
Yaitu senantiasa memuji kepada Allah atas segala karunia dan anugerah yang
telh dilimpahkan-Nya.
c) Syukur Jawarih
Yaitu menggunakan segala bentuk nikmat yang telah dilimpahkan-Nya untuk
mendapatkan rahmat dan ridha-Nya.[20]
2) Kandungan Syukur
a) Mengetahui nikmat. Tidak jarang seseorang
diberi nikmat tetapi dirinya tidak tahu bahwa yang diberikan tersebut adalah
nikmat.
b) Menerima nikmat, yaitu menyambut gembira
nikmat tersebut sambil menampakkan sikap butuh terhadap nikmat tersebut.
c) Memuji nikmat, yaitu mensifati Sang Pemberi
nikmat dengan sifat dermawan, mulia, dan sifat-sifat bagus lainnya.[21]
e. Qana’ah
Kata Qana’ah berasal dari bahasa Arab yang berarti rela,
suka menerima yang dibagikan kepadanya. Sedangkan menurut istilah, Qana’ah
adalah menerima keputusan Allah SWT dengan tidak mengeluh, merasa puas dan
penuh keridaan atas keputusan Allah SWT, serta senantiasa tetap berusaha sampai
batas maksimal kemampuannya.
Menjadi orang yang kaya. Ini mungkin menjadi impian
berjuta manusia di muka bumi. Rumah mewah, perhiasan, harta yang melimpah
adalah simbol dari definisi kekayaan Islam sebagai agama fitrah memahami betul
kecenderungan manusia untuk kaya. Namun Islam menawarkan definisi lain yang
lebih bermuara dari dalam jiwa manusia, bukan pandangan mata. Jika makna kaya
adalah kecukupan, Islam mengajarkan bagaimana menanamkan bagaimana “rasa
kecukupan” tersebut dalam jiwa manusia. Ketika rasa cukup telah tertanam dalam
hati, sifat qana’ah pun akan terpatri dalam jiwanya.
Syaikh Taj Al-Din Al-Dzakir berkata, “Tidak disebut
qana’ah orang yang rakus dalam makanan. Orang yang qana’ah memiliki cukup
harta, tetapi hemat dalam belanja dan makannya sedikit.” Rabi’ bin Anas
berkata, “Sesungguhnya nyamuk dapat hidup karena lapar. Apabila kenyang,
tubuhnya bertambah gemuk dan cepat mati. Begitu pula manusia. Jika terlalu
banyak makan, hatinya akan mati”. Ini adalah perumpamaan dalam bersikap
qana’ah.[22]
Sifat qana’ah harus kita tanamkan sejak dini, karena
janji Allah SWT bahwa Dia telah menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya. Sebagaimana
firman-Nya:
...وَمَا مِن دَابَّةٍ فِى
ٱلأَرضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزقُهَا...(٦)
Artinya:
“Tiada suatu yang melata di bumi, melainkan di tangan
Allah rezekinya.” (Q.S. Huud, 11: 6)[23]
وَوَجَدَكَ عَاءِلاً
فَأَغنَىٰ (٨)
Artinya:
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan,
lalu Dia memberikan kecukupan.” (Q.S. Ad-Dhuha, 93: 8)[24]
Ada beberapa hal yang diperlukan untuk membuat hati kita
menjadi qana’ah:
1) Istiqamah terhadap Allah
Istiqamah adalah sikap konsisten dalam menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
2) Membebaskan hati dari penyakitnya
Di antara sekian penyakit hati yang paling mendapat
perhatian besar adalah riya’, ujub, dan takabur. Riya’ bisa menggoda siapa saja,
kapan dan dimana saja.
Seseorang yang riya’ beramal bukan karena Allah, tapi karena ingin dilihat dan dipuji manusia.
Sedangkan hati yang dihinggapi rasa ujub akan merendahkan orang lain,
membicarakan dan membanggakan amal yang dilakukannya. Hati yang takabur akan
terhalang dari pertolongan Allah.
3) Meningkatkan rasa syukur
Ada banyak hal yang harus kita syukuri. Betapa Allah akan marah kepada
hamba-Nya yang tak mampu bersyukur, dan akan menambah nikmat pada hamba-Nya
yang pandai bersyukur.[25]
2. Bentuk dan
Contoh Perilaku Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur & Qana’ah
Sebagai seorang muslim, kita harus mengenali
bentuk-bentuk dan contoh perilaku tawakal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah
sebgai berikut:
a. Tawakal
1) Melakukan sesuatu atas dasar niat ibadah
kepada Allah SWT
2) Tidak menggantungkan keberhasilan suatu usaha
kepada selain Allah SWT
3) Bersikap pasrah dan siap menerima apa pun
4) Tidak memaksakan kehendak atau keinginan
kepada siapa pun dan pilihan manapun
5) Bersikap tegar dan tenang, baik dalam menerima
keberhasilan maupun kegagalan.
Contoh:
Rajin belajar dan tawakal dengan berdo’a
kepada Allah akan menghasilkan kemudahan dalam mengerjakan soal.
b. Ikhtiar
1) Mau bekerja keras dalam mencapai suatu harapan
dan cita-cita.
2) Selalu bersemangat dalam mengahadapi
kehidupan.
3) Tidak mudah menyerah dan putus asa
4) Disiplin dan penuh tanggung jawab
5) Giat bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup
6) Rajin berlatih agar bisa meraih apa yang
diinginkannya. [26]
c. Sabar
1) Bersabar dalam hal belajar untuk meraih
cita-cita dan harapan
2) Sabar ketika diejek oleh teman-teman, karena
kesabaran akan membawa hasil yang positif
3) Tidak mudah emosi atau marah
4) Tidak tergesa-gesa
5) Menerima segala sesuatu dengan kepala dingin
6) Tidak mudah menyalahkan orang lain
7) Selalu bersera diri kepada Allah SWT.
8) Sabar dan tabah dalam belajar
d. Syukur
1) Selalu mengucapkan hamdalah atau terima kasih
setiap kali menerima kenikmatan
2) Menggunakan apa yang diberikan sesuai dengan
kehendak pemberinya
3) Menjaga dan merawat dengan baik apa yang telah
diberikan
4) Menyisihkan sebagian harta kita untuk
diserahkan ke baitul mal
5) Menyisihkan waktunya untuk membantu orang yang
belum bisa membaca Al-Qur’an.[27]
e. Qana’ah
1) Selalu ikhlas menerima kenyataan hidup
2) Tidak banyak berangan-angan
3) Tidak bersikap iri terhadap kenikmatan yang
diterima orang lain
4) Sudah cukup merasa senang walaupun ke sekolah dengan
berjalan kaki
5) Merasa cukup dengan kondisi yang pas-pasan,
asalkan mampu menyekolahkan anaknya.[28]
3. Menunjukkan
Nilai-Nilai Positif dari Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur dan Qana’ah
a. Tawakal
1) Memperoleh kepuasan batin karena keberhasilan
uasahanya mendapat ridho Allah
2) Memperoleh ketenangan jiwa karena dekat dengan
Allah yang mengatur segala-galanya
3) Mendapatkan keteguhan hati.
b. Ikhtiar
1) Terhindar dari sikap malas
2) Dapat mengambil hikmah dar setiap usaha yang
dilakukannya
3) Memberikan contoh tauladan bagi orang lain
4) Mendapat kasih sayang dan ampunan dari Allah
SWT
5) Merasa batinnya puas karena dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya
6) Terhormat dalam pandangan Allah dan sesama
manusia karena sikapnya
7) Dapat berlaku hemat dalam membelanjakan
hartanya.
c. Sabar
1) Terhindar dari bencana dan mala petaka yang
disebabkan oleh nafsu
2) Melatih diri mengendalikan hawa nafsu
3) Disayang oleh Allah
4) Memiliki emosi yang stabil
5) Memiliki harapan akan masuk ke surga sesuai
janji Allah dalam surah AlBaqarah ayat 155
6) Berhasil mengembalikan persaudaraan yang
hampir rusak. [29]
d. Syukur
1) Memperoleh kepuasan batin karena dapat menaati
salah satu kewajiban hamba terhadap Allah SWT
2) Terhindar dari sifat tamak
3) Mendapat jaminan tambahan nikmat Allah.
e. Qana’ah
1) Terhindar dari sifat tamak
2) Dapat merasakan ketentraman hidup karena
merasa cukup atas karunia Allah yang dianugerahkan kepada dirinya.
3) Mendapat jaminan tambahan nikmat dari Allah
dan terhindar dari ancaman siksa yang berat.
4. Menampilkan Perilaku Tawakal, Ikhtiar, Sabar,
Syukur dan Qana’ah
a. Tawakal
Manusia harus sadar dirinya lemah, terbukti
sering mengalami kegagalan. Keberhasilan usaha manusia ada pada kuasa dan
kehendak Allah semata-mata. Oleh sebab itu, manusia harus mau bertawakal kepada
Allah setelah melakukan usaha secara sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, pada
waktu tawakal hendaknya memperbanyak do’a kepada Allah agar usahanya berhasil
baik.[30]
b. Ikhtiar
1) Kuatkan iman kepada Allah SWT
2) Hindari sikap pemalas
3) Jangan mudah menyerah dan putus asa
4) Berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan
untuk selalu berikhtiar
5) Giat dan bersemangat dalam melakukan suatu
usaha
6) Tekun dalam melaksanakan tugas, pandai-pandai
memanfaatkan waktu
7) Tidak mudah putus asa, selalu berusaha
memajukan usahanya.
c. Sabar
1) Selalu ingat bahwa marah tidak dapat
menyelesaikan masalah
2) Memperbanyak bergaul dengan teman-teman yang
baik, berakhlak mulia
3) Membatasi diri dan bersikap hati-hati dalam
bergaul denga teman yang betwatak keras dan kasar
4) Hadapi segala sesuatu dengan tenang
5)
Hindari sifat tergesa-gesa.
d. Syukur
1) Menerima pemberian orang tua dengan senang hati
2) Memanfaatkan uang untuk membeli hal-hal yang
bermanfaat
3) Tidak boros dalam menggunakan uang.[31]
e. Qana’ah
1) Sering memperhatikan orang-orang yang lebih
miskin daripada kita
2) Tidak sering memperhatikan orang yang lebih
kaya agar kita tidak merasa kurang
3) Membiasakan diri berlaku hemat
4) Biasakan bersikap ikhlas
5)
Hindari kebiasaan berangan-angan.[32]
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Tawakal adalah menyandarkan permasalahan
kepada Allah SWT guna memperoleh maslahat dan menolak mudharat serta
menyerahkan semua urusan kepada-Nya. Nilai positif dari tawakal ialah memperoleh
kepuasan batin karena keberhasilan uasahanya mendapat ridho Allah. Dan, contoh dalam berperilaku tawakal ialah bertawakal
kepada Allah setelah melakukan usaha secara sungguh-sungguh.
Ikhtiar yaitu berusaha untuk mencapai apa yang
diinginkan, tidak berdiam diri dan berpangku tangan apalagi lari dari
kenyataan. Nilai positif dari ikhtiar ialah terhindar dari sikap malas. Dan,
contoh perilakunya ialah berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk selalu
berikhtiar
Sabar adalah menahan diri dari segala sesuatu yang ia
inginkan, dari kesedihan, kesulitan, kesusahan, putus harapan, sesuatu yang
ditetapkan oleh suatu hukum. Nilai positifnya ialah terhindar dari bencana dan
mala petaka yang disebabkan oleh nafsu. Dan, contoh perilakunya ialah selalu
ingat bahwa marah tidak dapat menyelesaikan masalah
Syukur adalah memberikan pujian kepada Allah
SWT dengan cara taat kepada-Nya, tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya
serta bersikap amar makruf dan nahi mungkar. Nilai positifnya ialah memperoleh
kepuasan batin karena dapat menaati salah satu kewajiban hamba terhadap Allah
SWT. Dan, contoh perilakunya ialah memanfaatkan uang untuk membeli hal-hal yang
bermanfaat
Qana’ah adalah menerima keputusan Allah SWT dengan penuh
keridaan atas keputusan Allah SWT, serta senantiasa tetap berusaha sampai batas
maksimal kemampuannya. Nilai positifnya ialah terhindar dari sifat tamak. Dan,
contoh perilakunya ialah sering memperhatikan orang-orang yang lebih miskin
daripada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar